Jumat, 30 Desember 2016

2016 dalam lipatan kusut

Leave a Comment
sumber foto: rappler.com

Tahun 2016 kusut. Bulan-bulan menjelang akhir tahun disuguhi tontonan gelombang konservatifme agama yang mempersoalkan ucapan seorang A. Mereka tampak kurang piknik! Lho tapi kan mereka juga ada kalangan berduit, tentu tidak susah dong untuk liburan dan menjelajah kolong dunia? Iya benar. Piknik tak cuma soal raga yang berpindah-pindah dan meghirup oksigen yang sama dari semua orang lintas suku ras agama, tapi juga ada piknik intelektual. Piknik yang akan menambah jelajah berpikir dan wawasan untuk melengkapi piknik raga.

Rupanya, tak ada piknik intelektual atau sekurang-kurangnya amat sangat sedikit. Demo berlatar konservatisme beragama ini makin tampak memalukan di tahun-tahun modern ini dan menambah buntut panjang bahwa sebenarnya, jauh di lubuk hati memang tidak ingin ada sebuah kebhinnekaan. Keberagaman bukan soal bagaimana hidup rukun dan menerima perbedaan suku ras dan agama dalam wadah masyarakat bernegara. Tapi tentu soal kepemimpinan juga, itulah adil sejak dalam pikiran.

Tidak. Tidak berarti mendemo A itu tidak diperkenankan. Kebijakannya menggusur warga dan masih berbuntut panjang terkait kehidupan pelik tentu layak untuk dituntut, pun juga serangkaian pembangunan lainnya yang seharusnya dapat dirasakan bagi segenap warganya tanpa meminggirkan.
Tetapi sekali lagi model pemikiran konservatisme menunjukkan garis lain. Banyak orang menjadi lebih berkonsentrasi tentang agama seorang pemimpin, ditambah juga sentimen rasisme. Mereka ada yang terang-terangan menunjukkan itu, ada pula yang tampak malu-malu dan ambigu melabeli dirinya seorang rasis yang nyata dalam laku dan tindakan. 

Adapula yang masih menawar untuk tidak rasis jika orang tersebut seagama. Yah, menggelikan dan memuakkan. Mereka, kelompok ini, tak malu melakukan tindakan dan memelihara pemikiran tersebut sekalipun sudah menyandang gelar pendidikan tinggi. Apa mereka tak cukup piknik intelektual? Memang kenyataannya tak ada ukuran cukup dalam bertamasya menggali pengetahuan umum.

Gelombang konservatisme agama tak akan mengubah apa-apa selain hanya memuaskan dahaga etnosentrisme dan kelompok keagamaannya sendiri. Konsep bhinneka tunggal ika praktis gugur, dan hanya menjadi sabuk ikat kencang NKRI Harga Mati yang menyesakkan dan menimbulkan pemberontakan. Semua ingin unggul, semua ingin dari kalangannya sendiri, semua ingin ingin aturan kelompoknya diterapkan untuk elemen yang lebih besar dan majemuk.

sumber foto : qureta
Salah satu saja contoh terbodoh, saat mereka mengejek Frans Kaisiepo seorang Papua yang wajahnya ada di uang kertas baru. Tetapi mereka juga dengan lantang menolak keinginan Papua merdeka. Mereka ini standart ganda dan amat keterlaluan. Handphone pintar yang mereka sendiri tak bisa membuatnya dan hanya menjadi konsumtif dari negara-negara asing tak juga kunjung membuat penggunanya pintar untuk mengakses banyak konten informasi berkualitas.

Meskipun begitu, masih menyisakan ormas bijaksana macam NU yang dengan tegas untuk tidak ikut-ikutan demo bermuatan konflik politik dan kepentingan ini. Juga rohaniawan yang masih bersedia ikut mencurahkan kepedulian pada perjuangan menolak Pabrik Semen di pegunungan Kendeng Jawa Tengah. Agama memang seharusnya hadir di situasi dan tempat yang tepat.

2016, di bulan-bulan pengunjung telah menampilkan begitu banyaknya kelompok masyarakat reaksioner konservatif agama yang menimbulkan kekecewaan mendalam. Mereka tampak sekali yakin dan mantab memilih jalan pemikiran tersebut.

Bagi saya sendiri, dengan melepaskan kekecewaan dan kegundahan akan persoalan diatas, 2016 menyimpan banyak kejutan hingga pencapaian tak terduga baik berkat maupun lara. Saya juga tentu banyak berterima kasih atas segala kesempatan selama menjalani program magang. Ini berujung berkah untuk mencurahkan sedikit pengetahuan yang saya miliki untuk dibagikan ke banyak orang.

Tentu masih harus banyak lagi menggali informasi dan pengetahuan agar tetap bisa menyalurkan kegelisahan. Juga saatnya menuntaskan banyak bacaan buku yang berhasil terkumpul sambil bermimpi tentang naiknya minat literasi rakyat Indonesia yang amat sangat relijius ini.

Tetapi yang lebih penting bagi diri sendiri, tahun 2017 bisa segera meluluskan diri dari perguruan tinggi yang melilit tak sesuai dengan ekspetasi.

0 komentar:

Posting Komentar