Sabtu, 13 Juni 2015

Orde Lalu

Leave a Comment
http://islambergerak.com/wp-content/uploads/2014/11/pbnu-tak-ada-genosida-terhadap-pki-tahun-1965.jpg


Ibu saya pernah bercerita, ia satu-satunya orang yang diterima menjadi pegawai negeri sipil di Kota Kediri tahun 1986. Saat itu yang ibu rasakan adalah kegembiraan luar biasa atas perjuangannya mendapat pekerjaan setelah menjalani sekolah guru. Namun ketika proses clearing, diberitahukan bahwa tidak bisa diterima karena surat keterangan bersih diri dari desa menyatakan ibu saya tidak bersih.


Jika sudah berurusan dengan keputusan dan stigma itu, tidak banyak yang bisa dilakukan. Protes tidak memungkinkan. Aturan bersifat mengikat  dan diharuskan tunduk. Alih – alih berjuang mendapat keadilan, justru penjara menjadi jawaban terburuknya. Ibuku mengurung diri selama seminggu. Dia  tidak terlibat apapun, karena tahun 1966 ia baru lahir. Namun ia tahu ada kerusuhan dan pembunuhan massal sesama bangsa sendiri. Ayahnya, yang juga kakek saya selamat dari peristiwa itu saat diamankan dirumah keluarga kakak iparnya. Dengan kesehariannya bertani, kuat dugaan kakek anggota dari BTI (Barisan Tani Indonesia) bersama rekan-rekan di desanya. 
 
Selepas saya SMA tahun 2011 lalu, internet semakin berkibar. Menjadi media yang mencerahkan. Banyak sekali pengetahuan-pengetahuan baru didapat diluar teks-teks sekolah dan perkuliahan. Salah satunya Wikipedia. Saya tidak setuju Wikipedia dipandang sebelah mata. Bukan karena pembelaan saya sebagai editor, tapi artikel-artikelnya sangat membantu memperbesar volume pengetahuan otak. Banyak dari artikel-artikel utama tetap berbobot dan sangat mencerahkan. Namun perlu diakui kualitas dari keseluruhan Wikipedia berbahasa Indonesia masih kurang. Karena masih  sedikit yang mau mengurus dan cenderung meremehkan, saya tergerak bersama anggota yang lain untuk memperbaiki dan melengkapi jika menemukan artikel-artikel yang tidak terurus terutama di topik-topik yang saya sukai. Termasuk tersesat di tulisan-tulisan tentang enam lima itu. Apa yang diceritakan tentang keadaan masa itu relevan dengan cerita ibu. Bagi saya peristiwa itu adalah tumbal dari pertarungan politik. Pergerakan kiri kalah telak, penghancuran pemikiran-pemikiran kiri untuk pembangunan Indonesia dihancurkan menyisakan debu oleh lawan politiknya. 

Segera setelah peristiwa pembunuhan massal di hampir seluruh Indonesia, era rezim baru dimulai dibawah kepemimpinan Soeharto. Dia juga yang memulai dan menyatakan perang terhadap pandangan politik berhaluan kiri dengan dalih menyelamatkan negara. Sebenarnya dia tak terlalu terlibat dalam pergerakan nasionalis bangsa ini sebelumnya. Ketika Sumpah Pemuda diucapkan, dia masih kanak-kanak berusia tujuh tahun.  Masuk KNIL tentara kolonial. Belanda jatuh, melamar menjadi kepolisian Jepang hingga diketahui karier militernya menanjak.

Digambarkan oleh Pramoedya, ia macam Sastro Kasir. Jika Sastro Kasir  mengorbankan putrinya demi jabatan dan kekuasaan, maka Soeharto mengorbankan rakyatnya. Hampir sejuta orang disembelih atas perintahnya, puluhan ribu orang dibantai hanya karena bertato. Seperempat penduduk Timor Leste yang kecil itu mati akibat invasi perintahnya. Bahkan anak buahnya yang dikirim untuk menaklukan Timor Leste menjabat Presiden dua periode. Juga menantunya yang dikirim, paling rajin mengeksekusi warga Timor  Leste terlihat mencalonkan diri menjadi Presiden tahun lalu.

Mungkin pengaruhnya memperburuk hingga saat ini. Nalar kritis sebagian besar penduduk bangsa ini tak banyak bergerak pasca ditidurkan massal selama tiga puluh dua tahun Orde Baru

"Ada baiknya kita mengingat-ingat kekuasaan Soeharto. Bukan dengan tujuan untuk meromantisasi tetapi untuk mendalami mengapa kita, sebagai bangsa, berhadapan dengan masalah-masalah besar yang sangat sulit penyelesaiannya. Soeharto ada pada titik pusat banyak masalah itu."


0 komentar:

Posting Komentar