Minggu, 12 Juni 2016

Orang-Orang Kalah Zaman

Leave a Comment
sumber gambar: metrosiantar.com

Ikatan Cendekiawan Muslim atau ICMI dalam keterangan pers menyerukan untuk memblokir situs Youtube dan Google. Dua situs terpopuler ini menurut ICMI menjadi sumber inspirasi bagi para pelaku berbagai macam tindak kekerasan dan kejahatan seksual. "Situs ini telah secara bebas untuk menebarkan konten-konten pornografi dan kekerasan tanpa kontrol sedikitpun. Google dan YouTube telah memberikan dampak negatif bagi Indonesia, jika mereka tidak dapat mengontrol situs-situs yang mereka unggah untuk masyarakat" ungkap Sekjen ICMI Jafar Hafsah saat keterangan pers yang dikutip KompasTekno dari Tribun News, Selasa (7/6/2016). Jika benar, bagaimana keadaan apabila dunia internet tanpa dua situs besar tersebut? Apakah keadaan tersebut benar-benar dapat menekan tindak kekerasan dan keajahatan seksual?  Pertama, terlebih dahulu mengandaikan dunia maya tanpa Google dan Youtube. Yang satu mesin pegindex dan pencari berbagai macam situs berita, dan kedua situs tempat menampung berbagai macam video yang diunggah pengguna dan bisa diputar. Google sendiri, sekarang sudah menjadi perusahaan teknologi multinasional. Google tidak hanya mengurusi hanya situs google.com lagi. Ia membesarkan diri dan melebar bergabung dengan banyak perangkat teknologi yang saling terintegrasi. Sangking besarnya, mungkin terlalu panjang apabila Google ini dijabarkan lebih luas. Jika mau jujur, sudah berapa banyak masyarakat khususnya Indonesia yang mengakses internet mendapat manfaat dari Google? Mulai dari urusan sekolah, perguruan tinggi, berwirausaha hingga mencari informasi kesehatan di masa tua. Maka, dengan dalih mengusir para pelaku kekerasan dan kejahatan seksual dengan memblokir Google, lebih baik berpihak kepada mereka yang memberdayakan Google untuk kemajuan masyarakat bersama. Saya yakin masih banyak masyarakat melek internet yang menggunakan Google tanpa menimbulkan kekerasan dan kejahatan seksual. Termasuk upaya-upaya memerangi kebodohan komunal. Ya, memerangi kebodohan tentang membendung hasrat memblokir Google tetapi dengan tetap menggunakan email milik Google. Kedua, situs layanan hosting video Youtube. Disini pengguna internet tidak hanya mengakses informasi lewat teks namun video yang mencakup gambar dan suara. Situs ini telah menampung berbagai macam video yang dapat diunggah secara gratis dan kemudian dinikmati bersama. Raksasa perusahaan ini juga telah banyak merubah tatanan industri media sekaligus penggempur utama komersialisasi tayangan Televisi.  Masih dalam keadaan jujur, harus diakui pula Youtube menjadi media hiburan alternatif pengganti televisi. Youtube menjadi dekat dengan para pelaku industri kreatif yang memanfaatkan lahan Youtube untuk berbagi dan mempersembahkan karya. Berarti jika memblokir Youtube sama dengan memberikan kebutuhan tayangan audio visual ke layar televisi kembali? Dengan tayangan lokal yang lebih baik dari Youtube? Yakinkah? Dalam dunia internet yang saling terkoneksi sekian juta banyaknya dan telah berlangsung relatif lama, rasanya memang teramat naif apabila pemblokiran tetap dipaksakan demi mengharapkan masyarakat Indonesia yang bermoral. Misalnya Google dan Youtube jadi diblokir, tentu sekejap akan muncul berbagai macam tutorial instan bagaimana jara mengakses dua situs tersebut dengan seribu jalan. Jadi apakah cukup ampuh? Saya rasa tidak sama sekali. Dengan status sebagai ikatan cendekiawan, sebenarnya itulah yang membuat tidak sedikit kalangan terheran-heran dengan solusi yang nampaknya asal sruduk. Tak berlebihan juga jika solusi pemblokiran oleh Ikatan Cendekiawan Muslim itu sebagai pemikiran yang dangkal dan tindakan yang lucu. Sangat disayangkan pernyataan beserta solusi pemblokiran seperti itu masih dianut sekelas Ikatan Cendekiawan. Baik Google dan Youtube sebenarnya telah melakukan filtering dengan berbagai tahap. Mulai dari konten yang diakses terbatas untuk usia, menghapus video-video yang tidak sesuai, sampai ke layanan pengaduan langsung dari pengguna kepada kedua situs besar tersebut. Saya rasa, justru filtering dari penggunanya yang perlu ditambahi. Caranya dengan lebih kuat menebar konten positif. Sampai detik ini saya belum menemukan penjelasan lengkap terhadap upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan ICMI untuk melawan konten negatif. Mereka yang paling keras mencibir hingga menolak balik seruan blokir tentu juga dari kalangan yang telah banyak menggunakan Google dan Youtube untuk menebar kemajuan zaman. Mulai dari informasi edukasi, ilmu pengetahuan, hiburan sampai tayangan alternatif pengganti televisi yang memuakkan. Pendidikan seksual misalnya, bisa jadi sangking relijiusnya bangsa ini sampai membicarakan masalah seksual sejak dini menjadi hal yang tabu. Pernahkah berfikir bahwa ini juga turut menjadi andil besar? Alasannya jelas bahwa anak-anak dibiarkan bebas menafsirkan hasrat dan nafsunya yang turut bertumbuh seiring bertambahnya umur mereka. Tidak ada penjelasan yang secara sistem pendidikan dapat mengakomodir akan pengetahuan ini. Mereka dibiarkan liar. Mengeluarkan pernyataan sikap untuk memblokir situs seperti Google dan Youtube sejatinya adalah kekalahan telak dan teraleniasinya orang-orang tua dari gempita teknologi peradaban umat manusia. Lucunya, ICMI sendiri di waktu yang sama masih menggunakan layanan email milik raksasa Google.

0 komentar:

Posting Komentar